Jumat, 11 Desember 2015
Jumat, 04 Desember 2015
Senin, 05 Oktober 2015
Buku Buku Karangan Ustad Agus Talik S.Ag yang di terbitkan Rumah Qur'an Indonesia
Bagi yang berminat mendapatkan Buku buku dan Pelatihanya bisa Hubungin Rumah Qur'an Indonesia ( di butuhkan Perwakilan Trainer di setiap daerah untuk penyebaran buku buku tersebut )
Kamis, 26 Maret 2015
Keutamaan dan Keberkahan Hari Jumat
Hari Jum’at merupakan hari yang paling utama (afdhal) dari semua hari dalam sepekan. Dia adalah hari yang penuh barakah. Allah Ta’ala mengkhususkan hari Jum’at ini hanya bagi kaum Muslimin dari seluruh kaum dari ummat-ummat terdahulu. Dan di antara beberapa keutamaan dan barakah hari yang agung ini adalah sebagai berikut:
Pertama, terdapat berbagai hadits yang menjelaskan keutamaan dan kemuliaan hari Jum’at. Di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Pertama, terdapat berbagai hadits yang menjelaskan keutamaan dan kemuliaan hari Jum’at. Di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ."
“Sebaik-baik hari dimana matahari terbit di saat itu adalah hari Jum’at. Pada hari ini Adam diciptakan, hari ketika ia dimasukan ke dalam Surga dan hari ketika ia dikeluarkan dari Surga. Dan hari Kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum’at.”[1]
Hadits berikutnya, dari Abu Hurairah dan Hudzaifah[2]
Hadits berikutnya, dari Abu Hurairah dan Hudzaifah[2]
"أَضَلَّ اللهُ عَنِ الْجُمُعَةِ مَنْ كَانَ قَبْلَنَا فَكَانَ لِلْيَهُوْدِ يَوْمُ السَّبْتِ وَكَانَ لِلنَّصَارَى يَوْمُ الأَحَدِ فَجَاءَ اللهُ بِنَا فَهَدَانَا اللهُ لِيَوْمِ الْجُمُعَةِ."
‘Allah menyimpangkan kaum sebelum kita dari hari Jum’at. Maka untuk kaum Yahudi adalah hari Sabtu, sedangkan untuk orang-orang Nasrani adalah hari Ahad, lalu Allah membawa kita dan menunjukan kita kepada hari Jum’at.’” [Al-Hadits] [3]
Senin, 16 Maret 2015
PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU SMP IT PESANTREN QUR'AN KAYUWALANG
Pendaftaran gelombang 1; Jan-April 2015. Wawancara tgl 5 April 2015. Gel 2 April-Juni. Wawancara 2 juni 2015
Senin, 16 Februari 2015
KEBERUNTUNGAN & MANFAAT BESAR MEMBACA AL-QURAN (jangan sia2kan Al-Quran)
KEBERUNTUNGAN & MANFAAT BESAR MEMBACA AL-QURAN (jangan sia2kan Al-Quran)
Keutamaan Mempelajari, Mengajarkan, dan Membaca Al-Qur’an
- Pahala mengajarkannya. Sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam:
“Sebaik-baik kalian adalah siapa yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari) - Pahala membacanya. Sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam:
“Siapa saja membaca satu huruf dari Kitab Allah (Al-Qur’an), maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya.”(HR. At-Tirmidzi) - Keutamaan mempelajari al-Qur’an, menghafalnya, dan pandai membacanya. Sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam:
“Perumpamaan orang yang membaca al-Qur’an sedang ia hafal dengannya bersama para malaikat yang suci dan mulia, sedang perumpamaan orang yang membaca al-Qur’an sedang ia senantiasa melakukannya meskipun hal itu sulit baginya maka baginya dua pahala.” (Muttafaq ‘alaih) - Dan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam:“Dikatakan kepada ahli Al-Qur’an, ‘Bacalah, naiklah dan bacalah dengan tartil sebagaimana kamu membaca di dunia karena kedudukanmu terletak pada akhir ayat yang kamu baca.” (HR. At-Tirmidzi)Al-Khaththabi mengatakan: “Disebutkan dalam atsar bahwa jumlah ayat al-Qur’an adalah sesuai dengan jumlah tingkatan dalam surga. Dikatakan kepada pembaca (al-Qur’an), ‘Naiklah dalam tingkatan sesuai dengan ayat al-Qur’an yang sebelumnya kamu baca (di dunia).’ Karena itu siapa yang membaca dengan sempurna seluruhnya al-Qur’an, maka ia menempati tingkatan surga yang paling atas di akhirat. Sedang siapa yang membaca sesuatu juz darinya, maka kenaikannya dalam tingkatan surga sesuai dengan bacaannya itu. Dengan demikian, akhir pahalanya adalah pada akhir bacaannya.
Kamis, 05 Februari 2015
MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT
MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT
Muta’akhir
ini, pertembungan antara kaum muda dan kaum tua diHANGATkan semula. Perkara ini
sangat bahaya kepada perpaduan ahli sunnah wal jamaah yang terdiri daripada
pendokong al asya’irah, al maturidiah, dan pendokong metodologi salaf yang
sebenar. Ulama’ khalaf (merujuk kepada zaman) tidak pernah menolak kaedah dan
pendapat ulama’ salaf(merujuk kepada zaman, bukan mazhab) bahkan menjadi
rujukan mereka sepanjang masa. Yang timbul sekarang ialah segolongan ‘ulama’
dan ‘ustaz’ yang mendakwa diri mereka mengikut manhaj salaf, menyesatkan dan
menghukumkan bid’ah yang sesat kepada sesiapa yang mengikut pendapat khalaf.
Artikel di
bawah menghuraikan asal usul punca perbezaan pendapat antara metodologi salaf
dan khalaf.
AYAT 7 SURAH
ALI IMRAN
﴿هُوَ الَّذِى
أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَـبَ مِنْهُ آيَـتٌ مُّحْكَمَـتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَـبِ
وَأُخَرُ مُتَشَـبِهَـتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فى قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ
مَا تَشَـبَهَ مِنْهُ ابْتِغَآءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَآءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا
يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللَّهُ وَالرَسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ
ءَامَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ
الأَلْبَـبِ ﴾
Maksudnya: ”
Dialah (Allah) yang menurunkan kepada kamu al Qur’an, daripadanya ada ayat
muhkamat(mempunyai hukum yang jelas) yang menjadi asas kitab Al Qur’an, dan
yang lainnya ayat mutasyabihat(samar). Maka adapun orang yang di dalam hatinya
cenderung kepada kesesatan, lalu mereka mengikut apa yang yang samar-samar
daripadanya (ayat-ayat mutasyabihat), bertujuan mencari fitnah dan mencari
makna yang lain. Dan tidaklah mengetahui makna sebenarnya melainkan Allah
, dan orang-orang yang mendalami ilmu berkata ‘kami telah beriman
dengannya(ayat mutasyabihat) , semuanya dari sisi Tuhan kami, Dan tidaklah
mengambil peringatan melainkan orang-orang yang mempunyai akal fikiran.”
Kamis, 22 Januari 2015
Renungan
KETIKA Allah SWT memberikan ujian persoalan hidup kepada kita, sungguh Allah telah mengukur dengan sangat tepat ujian tersebut, sehingga sesuai dengan kadar kemampuan kita untuk menghadapinya.
Semua tentang diri kita, Allah telah mengetahuinya. Allah mengetahui kekuatan yang kita miliki. Allah pun mengetahui seberapa berat ujian yang diberikan-Nya kepada kita. Segalanya sudah terukur oleh Allah SWT secara tepat.Allah SWT berfirman, "...Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya..."(QS. al Baqarah [2]: 233).
Adapun ketika kita merasakan penderitaan atas ujian-Nya, itu bukanlah disebabkan karena Allah keliru mengukur kadar kemampuan kita dan kadar ujian-Nya itu. Kita menderita karena kita salah menyikapi ujian tersebut.
Kita menderita karena kita selalu tidak merasa puas dengan apa yang telah diberikan-Nya kepada kita. Sehingga apa yang telah dimiliki malah menjadi penderitaan. Padahal tidaklah mungkin Allah salah alamat ketika memberikan sesuatu kepada para hamba-Nya.
Ketika kita sekolah dahulu, kita menghadapi ujian kenaikan kelas yang sesuai dengan kadar keilmuan kita saat itu. Dan ujian-ujian tersebut selalu telah siap dengan jawaban-jawabannya. Tidak mungkin soal hadir tanpa ada jawabannya.
Demikian juga dengan ujian hidup yang kita hadapi. Allah SWT memberi kita ujian sesuai dengan kadar kemampuan kita. Dan, Allah memberikan ujian hidup kepada kita secara lengkap dengan jawaban-jawabannya. Hanya saja, hawa nafsu seringkali membuat kita menjadi buta untuk bisa menemukan jawaban-jawaban itu.
Sungguh, tidak ada yang sulit di dalam hidup ini. Kecuali kesulitan itu adalah sikap kita yang tidak menerima ketentuan-Nya. Padahal di dalam al-Quran Allah SWT telah menjelaskan,
"...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."(QS. al-Baqarah [2]: 216).
Bolehkah kita memiliki keinginan? Tidak ada yang melarang kita memiliki keinginan. Punya keinginan adalah salah satu tabiat alami kita sebagai manusia. Akan tetapi, hendaklah keinginan kita itu adalah hal-hal yang disukai oleh Allah SWT. Karena masalahnya adalah kita seringkali maksa, ngotot, mendapatkan apa-apa yang tidak disukai oleh-Nya. Bahkan jika pun berdoa, kita tetap saja memaksa kepada-Nya. Seolah tidak yakin bahwa apa yang disukai-Nya bukanlah hal yang baik untuk kita.
Jika kita mau sejenak melihat ke dalam diri kita sendiri, maka kita akan saksikan bahwa keinginan-keinginan itu lebih dekat kepada hawa nafsu. Jika kita diberikan pilihan antara dipuji dengan dicaci, manakah yang akan kita pilih? Tentu kebanyakan kita akan memilih untuk dipuji. Kita senang sekali menerima pujian dan sanjungan. Padahal jika sekali lagi kita melihat diri secara jujur, apakah diri kita ini lebih pantas dipuji ataukah lebih pantas dicaci?!
Kita selalu ingin dipuji dan dihormati, padahal sesungguhnya diri kita ini tidak pantas menerima pujian dan penghormatan. Jika pun kita memang dipuji dan dihormati oleh orang lain, itu hanya karena Allah SWTmenutupi aib atau kejelekan kita saja di hadapan orang lain. Allah menutupi bekas-bekas kemaksiatan, dosa, keburukan yang kita lakukan sehingga tidak diketahui oleh orang lain. Jika mau jujur, sungguh kita tidak pantas menerima penghormatan dan pujian.
Tidak perlu kita merasa dendam pada orang yang berbuat zalim terhadap diri kita. Karena sesungguhnya Allah SWT sudah memiliki perhitungan sendiri terhadap perbuatannya. Sikap dendam justru malah akan melahirkan dampak tidak baik terhadap diri kita sendiri. Hati menjadi resah, gelisah, dan tidak tenang setiap kali mengingat perbuatannya. Pasrahkanlah semua pada Allah. Kesabaran kita menghadapi perbuatannya akan berbuah kebaikan untuk kita. Sementara kezaliman pasti akan mendatangkan akibat pada pelakunya. Tidak akan meleset.
Apabila Allah SWT hendak memuliakan seseorang, maka tidak akan ada yang bisa mengalang-halanginya. Demikian juga apabila Allah berkehendak mengambil kemuliaan seseorang, maka tidak akan ada yang kuasa menahannya untuk menjadi hina.
Allah SWT berfirman, "Katakanlah, Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."(QS. Ali Imran [3]: 26).
Bukanlah hal yang penting dihina atau dibenci oleh manusia. Terlebih lagi jika alasan kebencian dan hinaan mereka adalah karena kita menjaga diri untuk tetap berpegang teguh kepada Allah SWT. Selama kita tetap teguh kepada Allah, pasti Dia memberi kita ketenangan, meski manusia menghujani kita dengan serangan hinaan dan kebencian.
Semua tentang diri kita, Allah telah mengetahuinya. Allah mengetahui kekuatan yang kita miliki. Allah pun mengetahui seberapa berat ujian yang diberikan-Nya kepada kita. Segalanya sudah terukur oleh Allah SWT secara tepat.Allah SWT berfirman, "...Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya..."(QS. al Baqarah [2]: 233).
Adapun ketika kita merasakan penderitaan atas ujian-Nya, itu bukanlah disebabkan karena Allah keliru mengukur kadar kemampuan kita dan kadar ujian-Nya itu. Kita menderita karena kita salah menyikapi ujian tersebut.
Kita menderita karena kita selalu tidak merasa puas dengan apa yang telah diberikan-Nya kepada kita. Sehingga apa yang telah dimiliki malah menjadi penderitaan. Padahal tidaklah mungkin Allah salah alamat ketika memberikan sesuatu kepada para hamba-Nya.
Ketika kita sekolah dahulu, kita menghadapi ujian kenaikan kelas yang sesuai dengan kadar keilmuan kita saat itu. Dan ujian-ujian tersebut selalu telah siap dengan jawaban-jawabannya. Tidak mungkin soal hadir tanpa ada jawabannya.
Demikian juga dengan ujian hidup yang kita hadapi. Allah SWT memberi kita ujian sesuai dengan kadar kemampuan kita. Dan, Allah memberikan ujian hidup kepada kita secara lengkap dengan jawaban-jawabannya. Hanya saja, hawa nafsu seringkali membuat kita menjadi buta untuk bisa menemukan jawaban-jawaban itu.
Sungguh, tidak ada yang sulit di dalam hidup ini. Kecuali kesulitan itu adalah sikap kita yang tidak menerima ketentuan-Nya. Padahal di dalam al-Quran Allah SWT telah menjelaskan,
"...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."(QS. al-Baqarah [2]: 216).
Bolehkah kita memiliki keinginan? Tidak ada yang melarang kita memiliki keinginan. Punya keinginan adalah salah satu tabiat alami kita sebagai manusia. Akan tetapi, hendaklah keinginan kita itu adalah hal-hal yang disukai oleh Allah SWT. Karena masalahnya adalah kita seringkali maksa, ngotot, mendapatkan apa-apa yang tidak disukai oleh-Nya. Bahkan jika pun berdoa, kita tetap saja memaksa kepada-Nya. Seolah tidak yakin bahwa apa yang disukai-Nya bukanlah hal yang baik untuk kita.
Jika kita mau sejenak melihat ke dalam diri kita sendiri, maka kita akan saksikan bahwa keinginan-keinginan itu lebih dekat kepada hawa nafsu. Jika kita diberikan pilihan antara dipuji dengan dicaci, manakah yang akan kita pilih? Tentu kebanyakan kita akan memilih untuk dipuji. Kita senang sekali menerima pujian dan sanjungan. Padahal jika sekali lagi kita melihat diri secara jujur, apakah diri kita ini lebih pantas dipuji ataukah lebih pantas dicaci?!
Kita selalu ingin dipuji dan dihormati, padahal sesungguhnya diri kita ini tidak pantas menerima pujian dan penghormatan. Jika pun kita memang dipuji dan dihormati oleh orang lain, itu hanya karena Allah SWTmenutupi aib atau kejelekan kita saja di hadapan orang lain. Allah menutupi bekas-bekas kemaksiatan, dosa, keburukan yang kita lakukan sehingga tidak diketahui oleh orang lain. Jika mau jujur, sungguh kita tidak pantas menerima penghormatan dan pujian.
Tidak perlu kita merasa dendam pada orang yang berbuat zalim terhadap diri kita. Karena sesungguhnya Allah SWT sudah memiliki perhitungan sendiri terhadap perbuatannya. Sikap dendam justru malah akan melahirkan dampak tidak baik terhadap diri kita sendiri. Hati menjadi resah, gelisah, dan tidak tenang setiap kali mengingat perbuatannya. Pasrahkanlah semua pada Allah. Kesabaran kita menghadapi perbuatannya akan berbuah kebaikan untuk kita. Sementara kezaliman pasti akan mendatangkan akibat pada pelakunya. Tidak akan meleset.
Apabila Allah SWT hendak memuliakan seseorang, maka tidak akan ada yang bisa mengalang-halanginya. Demikian juga apabila Allah berkehendak mengambil kemuliaan seseorang, maka tidak akan ada yang kuasa menahannya untuk menjadi hina.
Allah SWT berfirman, "Katakanlah, Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."(QS. Ali Imran [3]: 26).
Bukanlah hal yang penting dihina atau dibenci oleh manusia. Terlebih lagi jika alasan kebencian dan hinaan mereka adalah karena kita menjaga diri untuk tetap berpegang teguh kepada Allah SWT. Selama kita tetap teguh kepada Allah, pasti Dia memberi kita ketenangan, meski manusia menghujani kita dengan serangan hinaan dan kebencian.
Jumat, 16 Januari 2015
Langganan:
Postingan (Atom)