Senin, 20 Januari 2014

Pandangan Islam Terhadap Ilmu

Pandangan Islam Terhadap Ilmu


Terpisahnya Ilmu Agama dan Ilmu Umum dewasa ini dengan mudah
dapat terlihat dari terpisahnya lembaga pendidikan agama dan
pendidikan umum. Di Indonesia misalnya kita mengenal Pondok
Pesantren atau PGA dan IAIN sebagai institusi yang mengajarkan
ilmu agama, sedangkan SD, SMP, SMA dan Universitas sebagai
institusi yang mengajarkan ilmu umum.

Islam sebetulnya tidak mengenal adanya pemisahan antara ilmu
agama dan ilmu umum, karena didalam Islam terdapat pola
hubungan dan peranan yang saling terkait antara keduanya.

Ilmu menurut Islam tidak dapat dipisahkan dari sumbernya.
Sumber ilmu tersebut adalah Al-'Alim (Maha Tahu) dan Al-Khabir
(Maha Teliti). Hal ini dijelaskan dalam Al-Quranul Karim pada
surat Al An'aam ayat 59: Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci
semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia
sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan,
dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam
kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering,
melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).

Karena sumber ilmu itu adalah Allah dan karena La-khaliqa-
illa-Allah, maka ilmu itu disampaikan kepada manusia melalui
dua jalur. Jalur pertama, disebut sebagai Atthariqah Ar-
rasmiah, yaitu jalur formal/resmi. Ilmu yang disampaikan
melalui jalur ini adalah ilmu formal sering disebut sebagai
revelation (wahyu). Karena ilmunya ilmu formal, maka
pembawanya juga merupakan pembawa formal yaitu Ar-rusul (
rasul). Objek dari ilmu formal ini disebut Al-ayat Alqauliyah
yang redaksinya juga formal (tidak ditambahi/dikurangi atau
dirobah). Tujuan dari ilmu formal ini adalah minhaj-ul hayah
(Pedoman Hidup). Dalam surat Al-Baqarah ayat 2 dijelaskan :
Kitab (Al-Quran) ini tiada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa. Karena sudah dijelaskan bahwa Al-Quran
itu tiada keraguan didalamnya, maka nilai kebenaran yang
dikandung oleh Al-Ayat-Alqauliyah ini adalah nilai
Al-haqiqat Al-mutlaqah  (kebenaran mutlak).

Jalur kedua, disebut sebagai Atthariqah ghairu rasmiah (jalur
informal). Pada jalur ini ilmu itu disampaikan melalui ilham
(inspiration) secara langsung dan siapapun bisa mendapatkannya
sesuai dengan iradat-Allah. Objek dari ilmu informal ini
adalah Al-ayat Alkauniah dan tujuannya adalah wa sailul hayah
(perbaikan sarana hidup). Adapun nilai kebenaran ilmu yang
diperoleh pada jalur ini disebut sebagai  Al-haqiqah
attajribiah (kebenaran eksperimental) atau empiris.

Walaupun jalur memperolehnya  berbeda namun pada dasarnya
kedua jalur ini saling berkaitan satu dengan lainnya. Al-ayat
Alqauliyah merupakan isyarat ilmiah terhadap Al-ayat
Alkauniyah, sedangkan Al-ayat Alkauniyah merupakan Al-burhan
(memperkaya penjelasan) terhadap Al-ayat Alqauliyah. Kedua
jalur ini akhirnya bermuara pada kemaslahatan manusia.

Pada dasarnya Al-ayat-Alqauliyah yang tertera didalam Al-Quran
sekurang-kurangnya memiliki 3 macam isyarat. Pertama, disebut
isyarat ilmiah, yang memerlukan sikap ilmiah (riset) untuk
mendalaminya. Kedua, disebut isyarat ghaibiyah (gaib), yang
memerlukan sikap beriman untuk memahaminya. Dan ketiga,
disebut sebagai isyarat hukmiyah (hukum) yang memerlukan sikap
kesediaan untuk mengamalkannya. Kadang-kadang sering terjadi
kerancuan dalam bersikap terutama dalam menangkap ketiga jenis
isyarat tersebut. Misalnya isyarat hukmiyah ditanggapi secara
ilmiah, contohnya larangan memakan babi. Sering kita terjebak
dengan membuang-buang waktu untuk melakukan riset tentang babi
ini dalam kerangka membuktikan larangan Allah tersebut. Yang
jelas ada atau tidak ada hasil riset tentang babi itu larangan
memakan babi itu tetap adanya. Begitu juga isyarat ghaibiyah.
Walaupun sudah dijelaskan didalam Al-Quran bahwa tentang yang
ghaib ini pengetahuan manusia terbatas pada apa yang
disampaikan Allah didalam Al-Quran, tetapi masih ada orang
yang mencoba melakukan riset (me reka-reka) tentang isyarat
gahibiyah ini. Dan yang lebih parah lagi begitu banyaknya
isyarat ilmiah di dalam Al-Quran, namun sikap ilmiah dalam
memahami isyarat ini tidak muncul sehingga ummat Islam
tertinggal dalam memahami Al-ayat Alkauniyah.

Demikianlah salah satu topik pembicaraan yang disampaikan oleh
Bang Ihsan Tanjung tentang ilmu didalam Islam (yang terekam
oleh penulis) sewaktu beliau berada di Pittsburgh.

Jika ada kekurangan ataupun penambahan dari yang aslinya, maka
semua itu datang dari penulis sendiri.

Wabillahi taufiq wal-hidayah.

Wassalam,


(Chairil A. Said)



------------
tarbiyah@isnet.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar